Nama:
Vivi Amalia Sherli (12340010)
Prodi:
Ilmu Hukum/ C
ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
A.
ASAS-ASAS
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana
berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana
menurut waktu menyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal
seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum
diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak
dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.
1.
Asas
Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali)
Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang
dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih
dahulu.
asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom
psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana adagium nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :
1. Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
2. Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
3. Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa
undang-undang pidana yang terlebih dulu ada).
B.
ASAS-ASAS
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT
Teori tetang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional menurut
tempat terjadinya. Perbuatan (yurisdiksi hukum pidana nasional), apabila
ditinjau dari sudut Negara ada 2 (dua) pendapat yaitu :
1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan
pidana yang terjadi diwilayah Negara, baik dilakuakan oleh warga negaranya
sendiri maupun oleh orang lain (asas territorial).
2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan
pidana yang dilakukan oleh warga Negara, dimana saja, juga apabila perbuatan
pidana itu dilakukan diluar wilayah Negara. Pandangan ini disebut menganut asas
personal atau prinsip nasional aktif.
Dalam hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat :
1. Asas Teritorial.
Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan
:
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi
setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang
menyatakan :
Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap
orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan
air atau pesawat udara Indonesia”.
2. Asas Personal (nasional aktif).
Pasal 5 KUHP menyatakan :
(1). Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
diterapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu
kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160,
161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan,
sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan
diancam dengan pidana.
(2). Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat
dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
Sekalipun rumusan Pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi
warga Negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah
mengandung asas personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas
melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif)
karena Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar
wilayah territorial wilyah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja,
yang dianggap penting sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional.
3. Asas Perlindungan (nasional pasif)
Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena Pasal 4 KUHP ini
memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di
luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan
nasional, yaitu :
1. Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap
martabat / kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik
Indonesia (pasal 4 ke-1).
2. Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas
Indonesia atau segel / materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah
Indonesia (pasal 4 ke-2).
3. Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau
sertifkat-sertifikat hutang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau
bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3).
4. Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan
pembajakan pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4).
4. Asas Universal
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian
dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional
(asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib
turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
1. Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana
mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku
bagi mereka.
2. Duta besar Negara asing beserta keluarganya mereka juga mempunyai
hak eksteritorial.
3. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara,
sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum internasional kapal peran adalah
teritoir Negara yang mempunyainya.
4. Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan
persetujuan Negara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar